Angka Bebas Jentik (ABJ) Indonesia Tahun 2010-2019 oleh Kelompok 13
Angka Bebas Jentik (ABJ) Indonesia
Tahun 2010-2019
oleh Kelompok 13
Nurahmah Alhasanah (C1AA18083)
Nurlinda Putri (C1AA18085)
Putri Yuswaningsih (C1AA18087)
Di area modern ini masih banyak masalah kesehatan yang
ditimbulkan oleh serangga, salah satunya adalah masalah tentang Nyamuk. Nyamuk
merupakan salah satu vektor penyakit yang dapat dikatakan berbahaya dikarenakan
ada jenis nyamuk yang dapat menyebabkan penyakit yang berdampak kematian kepada
manusia. Nyamuk dapat berkembangbiak di tempat-tempat air yang tergenang.Jenis
nyamuk dapat dilihat dari tempat perkembang biakannya. elah banyak penyakit
yang ditemukan pada manusia yang disebabkan oleh nyamuk salah satunya adalah
demam berdarah yang disebabkan oleh nyamuk Aedes aegypti (Ashafil, Nardin and Santri, 2019).
Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah infeksi yang
disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan dari nyamuk Aedes Spp, nyamuk (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2018).
Indonesia merupakan salah satu negara anggota Southeast Asia Regional Office
(SEARO) yang menduduki peringkat pertama masalah demam berdarah dengue (DBD)
berdasarkan insidensi rate (IR) dan case fatality rate (CFR) (Satoto et al.,
2020).
Penyakit DBD dapat dicegah dengan cara Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) (Fakhriadi and Asnawati, 2018).
PSN adalah sebuah gerakan pemberantasan sarang nyamuk
dengan melakukan 3M Plus. Kegiatan dari pemberantasan sarang nyamuk (PSN) dengan
3M plus (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2016),
yaitu:
1. Menguras
tempat-tempat penampungan air, seperti bak mandi/WC, drum dan sebagainya
sekurang-kurangnya seminggu sekali
2. Menutup
rapat-rapat tempat penampungan air seperti gentong air/tempayan dan lain-lain.
3. Mendaur
ulang barang barang bekas yang dapat menampung air seperti botol plastik,
kaleng, ban bekas dll atau membuang pada tempatnya
Salah satu indikator yang digunakan untuk upaya
pengendalian penyakit DBD yaitu Angka Bebas Jentik (ABJ). Apabila ABJ lebih
atau sama dengan 95% diharapkan penularan DBD dapat dicegah atau dikurangi (Lesmana and Halim, 2020).
Angka bebas jentik (ABJ) adalah presentasi
rumah atau tempat-tempat
umum tanpa adanya
jentik. ABJ menunjukan kepadatan jentik
di suatu wilayah,
ABJ yang rendah
menunjukan tingginya kepadatan
jentik dan populasi nyamuk Aedes
Aegyptidi suatu wilayah.
ABJ rendah sangat
berperan terhadap penularan dan
penyebaran penyakit DBD (Kuwa and Sulastien, 2021).
Target Indonesia untuk indikator angka bebas jentik
adalah > 95%. Sampai tahun 2019 angka bebas jentik Indonesia belum mencapai
target. Berikut tabel dan grafik angka bebas jentik (ABJ) di Indonesia tahun 2010-2019.
N0 |
TAHUN |
Angka Bebas Jentik (ABJ) |
1 |
2010 |
80,2 |
2 |
2011 |
76,2 |
3 |
2012 |
79,3 |
4 |
2013 |
80 |
5 |
2014 |
24,1 |
6 |
2015 |
54,2 |
7 |
2016 |
67,6 |
8 |
2017 |
46,7 |
9 |
2018 |
31,5 |
10 |
2019 |
79,2 |
Sumber:
Ditjen P2P Kemenkes RI, 2020
Dari data yang didapatkan dari table tersebut, membuktikan bahwa ABJ Indonesia masih kurang dan belum bisa mencapai target. Naik turunya nilai ABJ dipengaruhi oleh pelaksanaan kegiatan, alokasi dana dan lain-lain. Untuk turunya nilai ABJ dapat dilihat dari data tahun 2014, 2017 dan 2018.
Pada tahun 2014 ABJ di Indonesia mengalami penurunan
secara signifikan dibandingkan dengan rata-rata capaian selama 4 tahun
sebelumnya. Hal tersebut dikarenakan pelaporan data ABJ belum mencakup seluruh
wilayah kabupaten/kota di Indonesia. Sebagian besar puskesmas tidak melaksanakan
kegiatan Pemantauan Jentik Berkala (PJB) secara rutin, disamping itu kegiatan
kader Juru Pemantau Jentik (JUMANTIK) tidak berjalan di sebagian besar wilayah
dikarenakan keterbatasan alokasi anggaran di daerah untuk kedua kegiatan
tersebut (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2014).
Sedangkan untukABJ tahun 2017 dan 2018 juga mengalami
penururan dengan nilai ABJ pada tahun 2017 yaitu 46,7% dan tahun 2018 menjadi 31,5%,
penurunan tersebut dapat disebabkan karena optimalisasi kegiatan, optimalisasi
dana, monitoring dan pembinaan kepada dinas kesehatan provinsi dalam manajemen
sistem pelaporan mengalami penurunan dibandingkan dengan tahun sebelumnya (Sutarjo et al.,
2017b; Primadi et al., 2018).
Dilihat dari table tersebut Nilai ABJ Indonesia
bukannya hanya mengalami penurunan tapi ada juga kenaikan nilai, seperti pada
tahun 2015, 2016 dan 2019.
Naiknya nilai ABJ pada tahun 2015 dan 2016 dikarenakan
puskesamas sudah mulai menggalakkan kembali kegiatan Pemantauan Jentik Berkala
(PJB) secara rutin, kegiatan kader Juru Pemantau Jentik (JUMANTIK) sudah mulai
di galakkan kembali (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2015; Sutarjo
et al., 2017a).
Pada tahun 2019 ABJ Indonesia mengalami kenaikan
menjadi 79,2%, hal tersebut lebih meningkat dibandingkan tahun 2018 sebesar
31,5%. Bertambahnya nilai ABJ tersebut merupakan output yang diharapkan dari
kegiatan “Gerakan 1 Rumah 1 Jumantik (G1R1J)” yang telah diterapkan (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2020).
Daftar Pustaka
Ashafil, R., Nardin and Santri, N. F. (2019) ‘Identifikasi
Jentik Nyamuk Aedes aegypti Pada Bak Mandi Di Toilet Kampus V Universitas
Indonesia Timur’, Jurnal Media Laboran, 9(November), pp. 13–17.
Available at: https://uit.e-journal.id/MedLAb/article/download/580/425.
Fakhriadi, R. and
Asnawati, A. (2018) ‘Analisis Perbedaan Faktor-Faktor yang Berpengaruh Terhadap
Keberadaan Jentik Aedes Aegypti di Kelurahan Endemis dan Kelurahan Sporadis
Kota Banjarbaru’, Journal of Health Epidemiology and Communicable Diseases,
4(1), pp. 31–36. doi: 10.22435/jhecds.v4i1.327.
Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia (2014) Pedoman Manajemen Pelayanan Kesehatan,
Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.
Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia (2015) Profil Kesehatan RI 2015, Profil Kesehatan
Indonesia Tahun 2015. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Available at:
https://pusdatin.kemkes.go.id/resources/download/pusdatin/profil-kesehatan-indonesia/Profil-Kesehatan-Indonesia-Tahun-2015.pdf.
Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia (2016) Petunjuk Teknis Implementasi PSN 3M-PLUS
Dengan Gerakan 1 Rumah 1 Jumantik. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia.
Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia (2018) ‘Situasi Penyakit Demam Berdarah Di
Indonesia 2017’, Journal of Vector Ecology, pp. 71–78. Available at:
https://www.kemkes.go.id/download.php?file=download/pusdatin/infodatin/InfoDatin-Situasi-Demam-Berdarah-Dengue.pdf.
Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia (2020) Health Statistics (Health Information
System), Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta:
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. doi: 10.5005/jp/books/11257_5.
Kuwa, M. K. R. and
Sulastien, H. (2021) ‘Gambaran Presentasi Angka Bebas Jentik Terhadap Kejadian
Demam Berdarah Di Kabupaten Sikka’, Jurnal Ilmiah Permas: Jurnal Ilmiah
STIKES Kendal, 11(4), pp. 635–640.
Lesmana, O. and
Halim, R. (2020) ‘Gambaran Tingkat Kepadatan Jentik Nyamuk Aedes Aegypti di
Kelurahan Kenali Asam Bawah Kota Jambi.’, Jurnal Kesmas Jambi, 4(2), pp.
59–69. doi: 10.22437/jkmj.v4i2.10571.
Primadi, O. et
al. (2018) Profil Kesehatan Indonesia 2018, Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia. Edited by R. Kurniawan et al. Jakarta: Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia. doi: 10.1080/09505438809526230.
Satoto, T. B. T. et
al. (2020) ‘Entomological index and home environment contribution todengue
hemorrhagic fever in Mataram City, Indonesia’, Kesmas, 15(1), pp. 32–39.
doi: 10.21109/kesmas.v15i1.3294.
Sutarjo, U. S. et
al. (2017a) Profil Kesehatan Indonesia 2016, Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia. Edited by R. Kurniawan et al. Jakarta.
Available at:
http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/profil-kesehatan-indonesia/Profil-Kesehatan-Indonesia-2016.pdf.
Sutarjo, U. S. et
al. (2017b) Profil Kesehatan Indonesia 2017. Edited by R. Kurniawan
et al. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. doi: 10.1002/qj.
Komentar
Posting Komentar